DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Model-model Disabilitas: Medical Model vs Social Model
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    26 September 2011

    Model-model Disabilitas: Medical Model vs Social Model

    Oleh Didi Tarsidi
    Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

    Yang dimaksud dengan disabilitas dalam tulisan ini adalah yang selama ini di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah “kecacatan”. Terdapat beberapa cara pandang orang terhadap disabilitas. Cara-cara pandang tersebut menentukan bagaimana disabilitas didefinisikan. Definisi berdasarkan cara pandang itulah yang membentuk model-model disabilitas, dan pada giliranya model-model disabilitas itu mempengaruhi cara orang berpikir tentang disabilitas. Terdapat dua model utama disabilitas yang telah mempengaruhi pemikiran modern tentang disabilitas: model medis (medical model) dan model sosial (social model).

    Model Medis

    Dalam model medis, penyandang disabilitas dipandang sebagai sumber masalah. Mereka perlu melakukan perubahan pada dirinya dan beradaptasi dengan keadaan (jika mereka dapat), dan tidak ada gagasan tentang perlunya melakukan perubahan pada masyarakat (The Open University, 2006). Disabilitas dengan model medis adalah sebuah model di mana kondisi sakit atau disabilitas merupakan akibat suatu kondisi fisik, yang merupakan bagian yang intrinsik dari diri individu yang bersangkutan, yang dapat mengurangi kualitas kehidupan individu tersebut, dan secara jelas mengakibatkan kerugian pada individu tersebut. Akibatnya, menyembuhkan atau mengelola penyakit atau disabilitas berkisar seputar pengidentifikasian penyakit atau disabilitas untuk memahami dan mempelajari cara-cara mengendalikan dan mempengaruhi penyebabnya (Wikipedia, 2009 a). Oleh karena itu, masyarakat yang memiliki kepedulian dan belas kasihan menginvestasikan berbagai sumber dalam bidang perawatan kesehatan dan dalam pelayanan-pelayanan terkait dalam upaya untuk menyembuhkan disabilitas secara medis, dan dengan demikian diharapkan akan meningkatkan keberfungsiannya sehingga memungkinkan penyandang disabilitas memiliki kehidupan yang lebih "normal". Tanggung jawab dan potensi professional medis dalam bidang ini adalah sentral. Sering kali, disabilitas dengan model medis dipergunakan untuk membenarkan investasi besar dalam upaya-upaya tersebut, termasuk dalam bidang teknologi dan penelitian, padahal modifikasi/adaptasi lingkungan pada akhirnya justru dapat lebih murah biayanya dan lebih tinggi tingkat ketercapaiannya dalam upaya peningkatan kemandirian penyandang disabilitas. Bantuan yang diberikan kepada mereka sering didasarkan atas rasa belas kasihan (charity-based).

    Beberapa kelompok pegiat hak penyandang disabilitas memandang model medis ini sebagai masalah hak asasi, dan mengkritik prakarsa-prakarsa amal atau medis yang menggunakannya dalam gambaran mereka tentang penyandang disabilitas, karena model ini mempromosikan citra tentang penyandang disabilitas yang negative dan tak berdaya, bukannya memandang disabilitas sebagai masalah politik, social dan lingkungan.

    Model medis kadang-kadang disebut ‘individual model’ karena model ini memandang bahwa individu penyandang disabilitas itulah yang harus beradaptasi dengan lingkungannya (The Open University, 2006). Dalam model ini, penyandang disabilitas dipandang sebagai masalah. Mereka perlu mengubah dan beradaptasi dengan kondisi ketunaannya (jika mereka bisa), dan tidak ada gagasan bahwa justru masyarakat dan lingkungan yang harus diubah agar dapat mengakomodasi keterbatasan akibat ketunaan individu itu.

    Dalam model ini, penyandang disabilitas dikategorikan berdasarkan jenis ketunaannya dan jenis dan tempat layanan bagi mereka pun diklasifikasikan berdasarkan ketunaannya.

    Model Sosial

    Disabilitas dengan model social memandang bahwa hambatan sistemik, sikap negative dan eksklusi oleh masyarakat (baik secara sengaja ataupun tidak) merupakan factor yang menentukan siapa yang menyandang disabilitas dan siapa yang tidak menyandang disabilitas dalam masyarakat tertentu. Model ini mengakui bahwa orang mungkin mengalami kelainan fisik, sensori, intelektual, atau psikologis, yang kadang-kadang dapat mengakibatkan ketunaan atau keterbatasan fungsional individu, tetapi hal ini tidak harus mengakibatkan disabilitas, kecuali apabila masyarakat tidak dapat menghargai dan mengiklusikan semua orang tanpa memandang perbedaan individualnya. Model ini tidak menyangkal bahwa perbedaan individual tertentu mengakibatkan keterbatasan individual atau ketunaan, tetapi hal ini bukan merupakan penyebab individu itu dieksklusikan.

    Pendekatan ini berasal dari tahun 1960-an dalam pergerakan hak sipil penyandang disabilitas / pergerakan hak asasi manusia; dan istilah “social model” itu sendiri muncul dari Inggris pada tahun 1980-an. Pada tahun 1976, organisasi Inggris Union of the Physically Impaired Against Segregation (UPIAS) menyatakan bahwa disabilitas merupakan ketidakberuntungan atau keterbatasan kegiatan yang diakibatkan oleh karena masyarakat kurang atau tidak peduli terhadap orang yang menyandang ketunaan fisik dan karenanya mengeksklusikan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat umum (Wikipedia, 2009 b). Pada tahun 1983, akademisi penyandang disabilitas Mike Oliver menggunakan istilah ‘social model of disability’ untuk mengacu pada perkembangan ideologi ini. Oliver mempertentangkan antara model individual (di mana model medis merupakan salah satu bagiannya) dengan model sosial, yang awalnya berasal dari perbedaan antara impairment (ketunaan) dan disability yang dikemukakan oleh UPIAS.

    Model sosial ini kemudian dikembangkan oleh para akademisi dan aktivis di Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara lain, dan diperluas pengertiannya sehingga mencakup semua penyandang disabilitas, termasuk mereka yang berkesulitan belajar, atau yang mengalami masalah kesehatan mental.

    Berdasarkan model sosial, disabilitas disebabkan oleh masyarakat tempat kita tinggal dan bukan merupakan ‘kesalahan’ seorang individu penyandang disabilitas itu, atau juga bukan merupakan konsekuensi yang tak dapat dihindari dari keterbatasannya. Disabilitas merupakan akibat dari hambatan-hambatan fisik, struktural dan sikap yang ada di dalam masyarakat, yang mengarah pada diskriminasi.
    Penghilangan diskriminasi menuntut perubahan dalam pendekatan dan pola pikir dalam pengorganisasian masyarakat (The Open University, 2006).

    Model sosial memandang penyandang disabilitas sebagai bagian dari ekonomi, lingkungan dan budaya masyarakat kita. Jika seorang individu penyandang disabilitas tidak dapat ambil bagian dalam kegiatan di masyarakat, yang merupakan masalah adalah hambatan-hambatan yang mencegah individu itu memainkan peran di dalam masyarakat itu, bukan sang individu itu sendiri. Satu contoh sederhana adalah tentang seorang penguna kursi roda yang mengalami hambatan mobilitas. Dia sesungguhnya tidak mengalami disabilitas apabila lingkungan tempat tinggalnya memungkinkannya untuk menggunakan kendaraan umum, dan dengan kursi rodanya dia dapat sepenuhnya mengakses semua bangunan beserta segala fasilitasnya seperti semua orang lain.

    Berbagai hambatan masih ada dalam berbagai bidang: pendidikan, informasi dan sistem komunikasi, lingkungan kerja, layanan kesehatan dan sosial, transportasi, perumahan, bangunan umum, fasilitas layanan umum, dll. Perendahan martabat penyandang disabilitas melalui pencitraan negatif di media – films, televisi dan surat kabar – juga merupakan hambatan. Model sosial telah dikembangkan dengan tujuan menghilangkan berbagai hambatan agar para penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama seperti semua orang lain untuk menentukan gaya hidupnya sendiri.

    Kesetaraan merupakan satu aspek fundamental dari model sosial. Perjuangan untuk memperoleh kesetaraan bagi penyandang disabilitas sering kali dibandingkan dengan perjuangan kelompok-kelompok lain yang secara sosial termarginalisasi. Kesamaan hak diyakini akan memberikan pemberdayaan dan kemampuan untuk membuat keputusan dan kesempatan untuk menjalani kehidupan secara optimal. Satu slogan yang sering digunakan oleh para pejuang hak asasi penyandang disabilitas adalah "Nothing About Us Without Us" (tak ada tentang kami tanpa kami). Ini berarti bahwa segala keputusan yang menyangkut penyandang disabilitas harus dibuat dengan mengikutsertakan mereka.

    Disabilitas berdasarkan model sosial sering memfokuskan pada perubahan-perubahan yang diperlukan di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa:

    • Sikap, misalnya sikap yang lebih positif terhadap karakteristik mental atau perilaku tertentu, atau tidak meremehkan potensi kualitas kehidupan mereka yang menyandang ketunaan.
    • Dukungan sosial, misalnya bantuan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut di atas, penyediaan sumber-sumber, alat bantu atau diskriminasi positif untuk mengatasinya.
    • Informasi, misalnya menggunakan format yang cocok (misalnya braille bagi tunanetra atau bahasa isyarat bagi tunarungu) atau tingkat kesulitan yang disesuaikan (misalnya bahasa yang lebih sederhana bagi tunagrahita) atau cakupan informasi yang lebih rinci (misalnya dengan menjelaskan hal-hal yang oleh orang pada umumnya dianggap tidak penting untuk dijelaskan).
    • Struktur bangunan fisik, misalnya bangunan dengan landaian (ramp) atau lift untuk akses bagi para pengguna kursi roda.

    Dengan model sosial, bantuan yang diberikan kepada para penyandang disabilitas didasarkan atas hak (right-based). Misalnya, penyediaan informasi dalam Braille kepada para tunanetra bukan atas dasar rasa belas kasihan karena mereka tidak dapat mengakses informasi seperti orang lain, melainkan atas dasar pemahaman bahwa orang tunanetra pun memiliki hak yang sama seperti semua orang lain untuk mengakses informasi.

    Disabilitas dengan model sosial telah secara fundamental mengubah cara pandang orang terhadap disabilitas dan telah berdampak besar terhadap perundang-undangan anti diskriminasi. Di Amerika Serikat, the Americans with Disabilities Act (undang-undang penyandang disabilitas Amerika) tahun 1990 merupakan landasan hukum bagi hak-hak sipil yang sangat luas cakupannya yang melarang diskriminasi terhadap disabilitas. Undang-undang ini memberikan perlindungan dari diskriminasi kepada para penyandang disabilitas Amerika yang serupa dengan the Civil Rights (undang-undang hak sipil) tahun 1964, yang membuat diskriminasi atas dasar ras, agama, sex, kebangsaan asal, dan berbagai karakteristik lain sebagai illegal. Di Inggris, the Disability Discrimination Act (undang-undang anti diskriminasi terhadap penyandang disabilitas) mendefinisikan disabilitas mengunakan model medis. Dalam undang-undang ini, penyandang disabilitas didefinisikan sebagai orang yang memiliki kondisi-kondisi tertentu, atau keterbatasan-keterbatasan tertentu pada kemampuannya untuk menjalankan kegiatan sehari-hari secara normal. Tetapi keharusan bagi para majikan dan penyedia jasa layanan untuk melakukan penyesuaian yang wajar pada kebijakan atau prakteknya, atau pada aspek-aspek fisik di wilayah kerjanya, hal tersebut sesuai dengan prinsip model sosial. Dengan membuat penyesuaian, para majikan dan penyedia jasa layanan menghilangkan hambatan-hambatan yang dapat mengakibatkan orang menjadi disabled. Dengan demikian, menurut model sosial, mereka secara efektif menghilangkan disabilitas seseorang. Akan tetapi, pada tahun 2006, amandemen undang-undang tersebut mewajibkan otoritas lokal dan pihak-pihak lain untuk secara aktif meningkatkan kesetaraan bagi para penyandang disabilitas. Ini berarti bahwa model sosial akan lebih banyak diterapkan.


    Referensi

    Wikipedia (2009 a). Medical model of disability. (Online). Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Medical_model_of_disability. Diakses 7 April 2010.
    Wikipedia (2009 b). Social model of disability. (Online). Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Social_model_of_disability. Diakses 7 April 2010.
    The Open University (2006). Models of disability. (Online). Tersedia: http://www.open.ac.uk/inclusiveteaching/pages/understanding-and-awareness/models-of-disability.php. Diakses 19 September 2011.

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI