DOCTYPE html PUBLIC "-//W3C//DTD XHTML 1.0 Strict//EN" "http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-strict.dtd"> Didi Tarsidi: Counseling, Blindness and Inclusive Education: Mengajar Siswa Penyandang Disabilitas di Sekolah Umum dalam Setting Inklusi
  • HOME


  • Guestbook -- Buku Tamu



    Anda adalah pengunjung ke

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Comment

    Jika anda ingin meninggalkan pesan atau komentar,
    atau ingin mengajukan pertanyaan yang memerlukan respon saya,
    silakan klik
  • Komentar dan Pertanyaan Anda




  • Contents

    Untuk menampilkan daftar lengkap isi blog ini, silakan klik
  • Contents -- Daftar Isi




  • Izin

    Anda boleh mengutip artikel-artikel di blog ini asalkan anda mencantumkan nama penulisnya dan alamat blog ini sebagai sumber referensi.


    20 January 2016

    Mengajar Siswa Penyandang Disabilitas di Sekolah Umum dalam Setting Inklusi



    Disadur oleh Didi Tarsidi
    Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

    dari:
    The Council for Exceptional Children (1998). Including Students with Disabilities in General Education Classrooms. ERIC EC Digest #E521.

    Undang-undang Pendidikan bagi Individu Penyandang Disabilitas (the Individuals with Disabilities Education Act [IDEA], Amerika Serikat) menuntut agar berbagai opsi layanan pendidikan tersedia untuk memenuhi kebutuhan siswa penyandang disabilitas. Undang-undang tersebut juga menuntut agar: "sepanjang memungkinkan, anak penyandang disabilitas dididik bersama-sama dengan anak non-penyandang disabilitas, dan bahwa kelas khusus, sekolah khusus, atau bentuk-bentuk persekolahan lainnya yang memisahkan anak penyandang disabilitas dari lingkungan sekolah reguler hanya dilakukan apabila hakikat atau tingkat disabilitasnya sedemikian rupa sehingga pendidikan di kelas reguler dengan menggunakan alat-alat bantu khusus dan layanan khusus tidak dapat dilaksanakan secara memuaskan. (IDEA Sec. 612 (5) B)."

    Salah satu opsi pendidikan yang makin banyak memperoleh perhatian adalah memenuhi kebutuhan khusus siswa penyandang disabilitas di kelas reguler. Artikel ini ditulis bagi para praktisi yang bekerja di lingkungan kelas reguler dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa penyandang disabilitas. Penelitian selama bertahun-tahun telah memberikan kontribusi terhadap pengetahuan kita tentang bagaimana caranya agar kita berhasil menginklusikan siswa penyandang disabilitas di kelas reguler. Berikut ini adalah kegiatan dan sistem dukungan yang biasanya terdapat dalam inklusi yang berhasil.

    1) Sikap dan Keyakinan:
    - Guru reguler yakin bahwa siswa penyandang disabilitas dapat berhasil.
    - Personel sekolah memiliki komitmen untuk menerima tanggung jawab atas hasil belajar siswa penyandang disabilitas.
    - Personel sekolah dan siswa-siswa lain di kelasnya telah dipersiapkan untuk menerima siswa penyandang disabilitas.
    - Orang tua terinformasi dan mendukung tujuan program inklusi ini.
    - Guru PLB memiliki komitmen untuk berkolaborasi dengan guru reguler di kelas reguler.

    2) Layanan Khusus dan Akomodasi Fisik:
    - Tersedia layanan khusus yang dibutuhkan oleh siswa penyandang disabilitas, misalnya layanan kesehatan, terapi fisik, terapi okupasional atau terapi bicara.
    - Fasilitas fisik dan peralatan yang tersedia dapat mengakomodasi kebutuhan siswa penyandang disabilitas (misalnya mainan, bangunan dan fasilitas tempat bermain, bahan ajar, peralatan asistif).

    3) Dukungan Sekolah:
    - Kepala sekolah mengerti kebutuhan khusus siswa penyandang disabilitas.
    - Tersedia personel dalam jumlah yang memadai, termasuk guru bantu dan personel pendukung.
    - Terdapat pengembangan staf dan bantuan teknis yang memadai, yang didasarkan atas kebutuhan personel sekolah (misalnya informasi tentang masalah-masalah disabilitas, metode mengajar, kegiatan untuk menanamkan kesadaran dan penerimaan bagi siswa, dan keterampilan kerja tim).
    - Terdapat kebijakan dan prosedur yang tepat untuk memonitor kemajuan siswa, termasuk penilaian dan pengetesan.

    4) Kolaborasi:
    - Guru PLB merupakan bagian dari tim pengajar atau tim perencanaan.
    - Pendekatan tim dipergunakan untuk pemecahan masalah dan implementasi program.
    - Guru reguler, guru PLB, dan para spesialis lainnya berkolaborasi (misalnya dalam bentuk pengajaran bersama, pengajaran tim, tim guru bantu).

    5) Metode Mengajar:
    - Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memilih dan mengadaptasikan kurikulum dan metode mengajar sesuai dengan kebutuhan individual siswa.
    - Sekolah dapat menerapkan berbagai macam strategi pembelajaran (misalnya pengajaran tim, pengelompokan siswa lintas kelas, tutor teman sebaya, tim guru bantu).
    - Guru mampu menciptakan lingkungan belajar yang kooperatif dan membina sosialisasi.

    Contoh Skenario Inklusi

    Kelas yang berhasil menginklusikan siswa penyandang disabilitas adalah yang dirancang untuk menerima diversitas dan memperhatikan kebutuhan individual semua siswa, baik penyandang disabilitas maupun bukan. Skenario berikut ini dibuat berdasarkan laporan dari beberapa orang guru. Skenario ini memberikan gambaran tentang bagaimana guru reguler dan guru PLB bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan individual semua siswanya.

    Jane Smith adalah guru kelas tiga di Lincoln Elementary School.
    Tiga hari seminggu, dia mengajar bersama di kelas itu dengan Lynn Vogel, seorang guru PLB. Di kelas ini terdapat 25 siswa; empat orang di antaranya berkebutuhan khusus akibat disabilitas, dan dua orang lainnya pada saat ini membutuhkan bantuan khusus dalam beberapa mata pelajaran tertentu. Masing-masing siswa berkebutuhan khusus tersebut belajar berdasarkan Program Pendidikan Individualisasi (IEP) yang dibuat oleh sebuah tim yang di dalamnya termasuk kedua guru ini. Guru, paraprofesional, dan kepala sekolah yakin bahwa siswa-siswa ini dapat berkontribusi banyak kepada kelasnya dan bahwa mereka akan meraih pencapaian terbaiknya di dalam lingkungan kelas reguler.
    Seluruh personel sekolah telah mengikuti penataran yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan kolaboratif untuk kerja tim dan pemecahan masalah. Mrs. Smith dan dua orang paraprofesional yang membantunya di kelas juga menerima pelatihan tentang masalah-masalah yang terkait dengan disabilitas dan tentang cara menciptakan sebuah lingkungan kelas inklusif. Kepala sekolah, Ben Parks, pernah bekerja di bidang pendidikan luar biasa banyak tahun yang lalu, dan telah menerima pelatihan tentang perkembangan baru di bidang PLB dan strategi pembelajaran serta dampaknya terhadap administrasi sekolah. Setiap tahun, Mr. Parks mengadakan rapat dengan stafnya untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang memerlukan pelatihan tambahan. Untuk masalah-masalah tertentu yang mungkin timbul, bantuan teknis dapat diperoleh melalui kerjasama dengan PLB regional. Mrs. Smith dan Miss Vogel bertanggung jawab untuk mengajar dan mengawasi kedua orang paraprofesional yang membantunya. Di samping mengajar bersama di kelas, mereka juga meluangkan satu hingga empat jam per minggu untuk membuat perencanaan pengajaran, plus perencanaan yang dibuat bersama-sama dengan guru-guru lain serta personel pendukung yang mengajar siswa-siswanya.
    Guru-guru ini menyisihkan waktu untuk bersama-sama membuat perencanaan guna memecahkan masalah dan mendiskusikan penggunaan teknik-teknik pengajaran khusus bagi semua siswa yang membutuhkan bantuan khusus. Memonitor dan mengadaptasikan pengajaran bagi setiap siswa secara individual merupakan satu kegiatan yang berkelanjutan. Guru-guru tersebut menggunakan alat ukur berdasarkan kurikulum untuk mengases kemajuan belajar siswa-siswanya secara sistematis. Mereka mengadaptasikan kurikulum agar pelajaran dimulai pada batas pengetahuan siswa, menambahkan bahan baru sesuai dengan kecepatan belajar siswa, dan menyajikannya sesuai dengan gaya belajar siswa. Untuk siswa-siswa tertentu, garis-garis besar isi bab dipergunakan untuk menonjolkan pokok-pokok terpenting dari bahan yang akan dipelajarinya; untuk siswa-siswa lainnya, kosakata baru mungkin perlu ditonjolkan, atau tingkat kecepatan membacanya mungkin perlu dikurangi.
    Siswa-siswa tertentu mungkin lebih menyukai penggunaan lembar kerja khusus, sedangkan siswa-siswa lainnya mungkin dapat belajar lebih baik bila menggunakan media atau dengan bantuan komputer.
    Di kelas, guru mengelompokkan siswa secara berbeda untuk kegiatan yang berbeda. Kadang-kadang, kedua orang guru dan paraprofesional yang membantunya itu membagi kelas, masing-masing mengajar satu kelompok kecil atau menjadi tutor bagi siswa-siswa tertentu secara individual. Mereka memberikan tugas belajar kooperatif untuk membantu siswa belajar bekerjasama dan mengembangkan hubungan sosial. Tutor teman sebaya memberikan bantuan tambahan kepada siswa yang membutuhkannya. Siswa non-penyandang disabilitas dengan senang hati membantu temannya yang penyandang disabilitas, dan sebaliknya.

    Kelas reguler mungkin bukan merupakan lingkungan belajar terbaik bagi setiap anak penyandang disabilitas, tetapi ini jelas merupakan lingkungan yang sangat baik bagi semua yang mampu memetik keuntungan darinya. Kelas inklusif memberi kesempatan bagi siswa penyandang disabilitas untuk berhubungan dengan teman sebayanya dan mempersiapkan semua siswa untuk menghadapi diversitas dunia di luar ruangan kelasnya.

    Labels:

    :)

    Anda ingin mencari artikel lain? Silakan isi formulir pencarian di bawah ini. :)
    Google
  • Kembali ke DAFTAR ISI